Berkumpul dengan teman-teman FLP, seperti menjadi rutinitasku setiap hari minggu. Di sebuah kelas menulis yang tidak seperti biasanya, kali ini berupa kelas menulis jelajah budaya. Ketua koordinator kelas menulis edisi spesial ini adalah Bang Ferhat. Si Abang easy going ini telah mengundang seorang dosen arkeolog yang bernama Laila Abdul Djamil, sebagai pemateri kali ini.
Ngomongin soal jelajah, pasti gak jauh-jauh dengan sebuah tempat. Dimana tuh? Coba liat dulu deh foto di bawah ini.
Tempat apa itu? Apa hebatnya seeh?
Sebuah tempat yang memiliki beragam peninggalan sejarah di masa sultan-sultan kerajaan Aceh. Tempat ini bernama Museum Aceh, Rumoh Aceh, dan Pemakaman raja-raja Aceh. Letaknya di jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah, di samping Pendopo Aceh.
Sebagai penerus bangsa Aceh di generasi alay ini, aku baru tahu di sini terdapat makam-makam sultan Aceh, seperti Sultan Iskandar Muda, Sultan Alauddin Muhammad Syah, Sultan Husin Jauhar Alamsyah, dan beberapa keluarga kerajaan lainnya. Terlebih-lebih lagi, aku terlalu shock untuk mengetahui bahwa lokasi pasti makam asli Sultan Iskandar Muda (Sultan termahsyur Aceh tempo dulu) sampai sekarang belum diketahui.
Dari dulu, setahuku, makamnya tepat berada seperti dalam foto di bawah ini. #melongok. Ternyata pengetahuanku itu salah besar. Semua gara-gara aku yang selama ini keasyikan mengikuti beritanya makam Michael Jackson dan makam Ustad jefry alias Uje.
|
Monumen Sultan Iskandar Muda |
|
Ukiran bahasa Arab di dinding monumen |
“Hah!” “Apa?” “Loh!” “Ciyus?” Sejumlah ekspresi kaget pun muncul, saat Bu Laila menjelaskan kebenaran dari sejarah Aceh itu. Beliau juga terlihat sangat fasih menceritakan beberapa kisah raja Aceh dan juga rakyatnya di jaman dulu. Muka-muka antusias bin tebegok pun tampak hari itu, seperti Nazri, Dara, Aslan, Bang Ferhat, Bang Fikri, Muarrif, dan hadirin-hadirat lainnya. Setelah Bu Laila cukup terkesima dengan respon pendengar, ia melanjutkan ceritanya..
“Dulu, banyak dijumpai permata, emas, dan perak, bahkan lazuardi di sekitar sini. Namun, seiring pola pikir dan perilaku rakyat Aceh mulai timpang balik, semuanya hilang ntah dari kapan-kapan. Kalian tahu halaman ini apa namanya?” Aku dan teman-teman pun menggeleng-geleng kepala mendapat pertanyaan Bu Laila.
“Ini namanya Kandang Meuh, atau dalam bahasa indonesia Kandang Emas. Kayak ibu bilang tadi, di sini kan banyak permata , emas, dan perak, bahkan lazuardi”
“Ooooooo... gituuu ya...” Jawabku dan teman-teman FLP lainnya.
|
Para Pendengar Metuah |
|
Melongok 4 Makam Di Area Kandang Emas |
Titisan rinai dari langit mulai menggepul di punggung paving block dan lantai makam Sultan Iskandar Muda, yang kini mulai menjadi keruh hingga becek. Di samping makam terdapat sebuah pohon rindang yang telah berusia ratusan tahun. Batang-batangnya begitu indah menjulur ke segala arah. Salah satu temanku, Aslan, mengkhayalkan bahwa di atas tubuh batang nan panjang tersebut, duduk beberapa makhluk gaib yang sedang bernyanyi ria bersama. Seperti makhluk; pocong, kuntilanak, dan suster ngesot.
Mistis sekali memang si Aslan. Bakat mengkhayalnya itu loh... Kami beranjak dari areal monumen Sultan Iskandar Muda. Lalu bertemu dengan areal pemakaman keluarga kerajaan Aceh. Terdapat 4 makam yang terbuat dari batu dengan beraneka ragam ukiran. Selain itu, juga ada 9 makam keluarga kerajaan Aceh lainnya, terletak di sebelah kanan bangunan yang memiliki slogan di pintunya "Udeep Beusaree Mate Beusaja". Di sebelah kiri bangunan itu, juga terdapat papan informasi yang bertuliskan lebih detail tentang Kesultanan Aceh di masa jayanya. Aku bersama hadirin FLP lainnya membaca dengan penuh gaya, sebab tahu ada kamera yang sedang mengarah ke kami.
|
Melongok 9 Makam Keluarga Sultan Alaiddin Mahmud Syah |
|
+Nazri Z berbisik, "Don kita lagi di-foto-in." |
Ciyusss.. Ciyusss? Selain makam-makam ada apa lagi?
Setelah aku dan teman-teman puas berada di area misteri pemakaman. Kami pindah ke lokasi lain dan berencana ngeliat rumah Aceh yang serupa dengan miliknya Cut Nyak Dhien. Walaupun banyak yang bilang kalau rumah itu rumahnya Cut Nyak Dhien. Tapi, menurut bukti sejarah, rumah pahlawan wanita tergagah se-nusantara itu berada di desa yang jauh dari kota Banda Aceh.
Nah, sesampai kami di rumah Aceh, yang aku jumpai di sana adalah sebuah gerobak seperti becak dan benar-benar jadul. Selain itu ada sebuah potongan kayu yang tertulis “Potongan kayu batang pohon keutapang. Pohon yang terletak di depan mesjid raya Baiturrahman. Tempat dimana Jendral Kohlerr tewas tertembak oleh pahlawan Aceh. Rumah Aceh ini masih saja gagah berdiri. Bedanya dengan rumah jaman alay sekarang adalah, rumah ini dibangun berbentuk rumah panggung dengan kayu jati yang sangat kokoh berwarna hitam legam. Ada beberapa ornamen-ornamen bernuansa Aceh beserta alat-alat tradisional di dalamnya.
Ada apa aja di dalam Rumah Aceh?
Tiket masuk ke dalam rumah itu suda kami beli sebelumnya, harganya Cuma-Cuma (750 rupiah). Sayangnya, tidak bisa lagi dipakai karena waktu kunjung ke Rumah itu sudah ditutup. Rasa penasaran ngeliat bentuk-bentuk rumah ini pun pupus sekejap. Padahal, ada beberapa yang ingin aku share di postingan ini. Eits, anda merasa kecewa? silahkan berkunjung ke
www.ferhatt.com (ketua koordinator jelajah budaya yang juga berbagi tulisan serupa).
|
Alat Pancing Tradisional Tempo Dulu |
|
Aceh - Masa Kesultanan Iskandar Muda |
Udah? Cuma itu?
Aku dan teman-teman FLP lainnya beranjak meninggalkan rumah Aceh dengan
rasa kecewa. Kami berniat memasuki gedung yang letaknya di sisi belakang area museum. Gedung ini berisi potret sejarah selama Belanda menjajah Indonesia, lebih tepatnya Aceh. Di ruangan yang berisi puluhan foto dan maket pembangunan Mesjid Raya Baiturrahman, terletak di sisi-sisi ruang. Selain itu, foto-foto bersejarah terpajang di dinding-dinding dan juga kolom gedung, mengisahkan hubungan antara para pejuang Aceh dan penjajah Belanda, selama beberapa tahun lamanya.
Mataku juga menilik ke sebuah peralatan memancing tradisional yang berjejer di atas salah satu meja. Langsung aj kucoba pakai salah satu alat, selagi ada kesempatan berfoto ria.
Setelah puas menginjak-injak lantai gedung, aku dan salah satu teman FLP, pergi ke makam utama raja-raja bugis dulu. Cerita-punya-cerita, Para Raja ini, termasuk Sultan Mahmud Syah, secara khusus dimakamkan tepat di depan Museum Aceh. Para Raja dan beberapa keturunannya, semuanya memiliki gelar “Syah” di belakang nama, tertulis di sebuah monumen atau prasasti dengan tulisan; nama, umur, dan periode tahtanya. Di kondisi berbeda, teman-temanku yang lain sedang bernarsis ria, berfoto dengan berbagai macam gaya, di depan rumah Aceh.
Selain ngupas-ngupas sejarah dan budaya Aceh, apa yang teman-teman FLP lakukan?
Sebagai remaja yang memiliki eksistensi di jaman alay ini, aku dan teman-teman FLP berfoto di atas senjata berat sisa-sisa peperangan di Aceh dulu. Mortir, senjata mesin, bahkan peluru rudal di pajang di dekat pagar museum. Bentuk benda-benda sejarah ini masih saja awet, namun tidak dapat difungsikan lagi.
Pertamax =p~
BalasHapussaya udah mampir :>)
BalasHapusIni website yg recomended sekali!!
BalasHapusWajib dikunjungi seluruh pecinta sejarah.
#soalnya nyinggung www.ferhatt.com :-d
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuscapcuzzz..........
BalasHapusfoto2@ muantep x....
Seru kali kayaknya kalau berkunjung ke tempat bersejarah kayak ini ada narasumbernya sekalian, jadi sepaket pengetahuannya. Kk ada beberapa kali ke sini tapi ya gitu, liat-liat sendiri doang, gak ada guide nya. So, you guys are so lucky!
BalasHapusSo happy to read your experience of visiting the place and also the pic attached, just great!!
So, here is your home, Doni!Nice one!^^
lain kali kita pergi bareng jelajah budya part ke 2 ya kak.. kita tunggu naraaumber berikutnya.. terima kasih atas kunjungannya kak ziza
BalasHapussip, sip, sounds a great idea!!
BalasHapusmakasih juga Doni atas main-mainnya ke tempat kk.^^
bagus ceritanya (h)
BalasHapus