Popular Post
Loading...
Selasa, 01 Oktober 2013

Gara-Gara Festival Braga #Bandung

23.03

Ruang Hijau Rs Borromeus bilik 1320

Di hari menjelang sore. Dino baru saja menyelesaikan kursus di daerah Cimahi, Jawa Barat. Lalu, perjalanan bertapak ia telusuri dalam waktu sekitar 30 menit, dengan jarak hampir 2 km ke jalan primer kota Cimahi.

Dengan cuaca yang adem ayem khas Jawa Barat, berjalan kaki memang suatu hal yang nyaman dan menyenangkan. Jalanan ini sedikit menanjak dan menurun, sejajar dengan rel kereta api. Dino terus berjalan seraya menikmati pemandangan di sisi kiri dan kanan.

Jarak yang cukup panjang seperti ini sudah hal biasa bagi seorang Dino. Tak pernah ia ucapkan rasa keluh selama kakinya masih cukup kuat berjalan. Apalagi pemandangan di sekitar mendukung Dino untuk semakin senang melakukannya.

Layang-layangan saling bertautan di udara. Anak-anak di kampung sekitar terlihat bahagia. Sepintas terdengar suara bunyi kereta dari kejauhan. Mereka, anak-anak, langsung mencari tempat aman namun tetap menarik-ulurkan benang-benang.

"Gue kangen masa lalu, gue kangen kampung halaman, dan gue kangen mama saat mama membelikan layangan buat gue"

Jarak antara jalan dan rel kereta sekitar 4 meter. Deru angin yang menerpa begitu terasa serta ditambah bisingnya gesekan rel dengan spuir kereta api sungguh memekakan telinga.

Tiba-tiba Dino teringat pada jadwal acara malam ini. Acara tahunan yang terbesar di kota Bandung. Lokasinya tak jauh dari kosannya. Lalu, Dino mengira-ngira bagaimana dirinya bisa sampai di sana. Ia berencana pergi bersama temannya yang baru datang beberapa hari lalu di kota Bandung. Mengingat dirinya sekarang masih berada di Cimahi, sedangkan untuk menuju ke kosan yang berada di bandung jaraknya masih lumayan jauh. Dino terus mempercepat langkahnya saat itu, seraya membayangkan temannya Irzan yang sedari tadi menunggu.

***

Beberapa hari setelah tiba di kota bandung, sedikit banyak, Irzan telah mengenal ragam budaya dan perbedaannya. Antusiasnya kian meninggi ketika menapaki kaki di jalanan pedestrian, di sepanjang jalan kota ini. Kota kembang dengan cuaca yang sejuk dan memanjakan badannya. Bayangin aja, pernah waktu itu, Irzan sampai tidak mengganti baju selama 2 hari. Ia merasa baju yang dipakai itu memang tidak bau sama sekali. Ia terus berfikir, "Mungkin biang keringat agak malu ngemunculin dirinya di kota kreatif ini, hehehe."



Terlebih lagi, kala Irzan bertemu dengan temannya Dino, Ia langsung diajak temannya itu jalan-jalan kesana kemari, agar lebih jauh mengenal kota kreatif ini. Kota-kota tua seperti di jalan braga merupakan tempat favoritnya. Nongkrong di jalan ini menurutnya sungguh extrem. Jalanan braga di lapisi dengan batu persegi dan diapit oleh bangunan berusia puluhan tahun. Benar-benar menakjubkan.

Banyak hal-hal unik di jalan ini yang dapat ditemukan. Romantisme, kebudayaan, kuliner, hingga dunia malam juga ada di jalan yang memiliki lebar tak lebih dari 7 meter ini.

Malam ini, temannya Dino telah berencana mengajaknya ke sebuah acara seru. Acara itu diadakan tepat di Braga yang bertemakan festival. Irzan semakin penasaran bagaimana bila acara sebesar itu dibuat di jalan ini. Sudah pasti seluruh warga akan menyesaki jalan braga. Saat ini, yang terpenting Irzan lakukan hanyalah bersiap-siap. Ketika hari kian menjelang maghrib, Irzan tetap sabar menunggu temennya Dino yang dari tadi siang pergi kursus.

***

"Deasy ntar barengan atau ketemu di sana?" Pesan Anggie melalui twitter yang telah rapi-rapi untuk pergi ke acara festival.

"Lo duluan aja nggie, gue harus nemenin papa lagi demam tinggi. Ntar gue nyusul kok"

Memang sedikit rancu seorang anak harus bersenang-senang saat orang tuanya sakit. Mengetahui papa sahabatnya sakit, Anggie berencana untuk membatalkan hang-out bareng.

"Deasy, kalau gitu kita perginya besok aja ya dan ntar malam gue nginap di rumah lo aja ya"

Tak lama kemudian bunyi ringtone pesan BBM. Awalnya Anggie menduga pesan itu datang dari Deasy.

"Anggie, gue ama anak-anak mau ke festival braga. Lo ikut gak? Kita searah nih dengan rumah lo"

Anggie seketika takjub membaca BBM dari teman kuliahnya Nico, cowok tampan yang membuat cewek-cewek seperti dirinya ibarat kutu yang malu-malu saat dipelintir jari ibu.

"Hah? (Delete) Kok bisa? (Delete) Bokap temenku sedang (Delete) Oke, kamu jemput kan? (Sent)"

Balasan BBM untuk Nico harus ia revisi berulang kali. Hal itu memang selalu terjadi pada Anggie bila sedang BBM-an dengan cowok setampan Nico. Saat itu juga Anggie lupa telah melanggar janji menemani Deasy dalam keadaan susah. Namun, itu semua dilakukan karena dirinya lemah dan tak mampu menolak tawaran dari Nico. Tapi bagaimana dengan Deasy?

"Mudah-mudahan semuanya akan baik-baik saja," Anggie membathin.

***

"Ayah!! Bu kenapa ayah?" Teriak berisak tangis Deasy setelah melihat kondisi ayahnya memburuk.

"Cepat panggil Ambulance Deasy!" seru ibu membuatnya berlari ke kamar mencari telepon genggam.

Setelah 30 menitan Deasy gelisah tak karuan, hingga tangisnya kian menderu melihat ayahnya menderita, tiba-tiba ia mendengar suara sirine ambulance yang membuatnya berlari kesekian kalinya untuk membuka pintu. Saat itu juga petugas ambulance sigap membawa turun alat-alat medis dan menangani ayahnya yang sudah tak sadar diri.

***

Tiiingggg.... Tooooonggg...

"Dino, gimana, jadi?" tanya Irzan menutup kembali pintu gerbang kosan.

"Zan ntah kenapa perutku tiba-tiba sakit banget."

Dino mengerang kesakitan. Irzan belum mengerti situasi dan kondisi mengapa Dino menjadi seperti itu. Biasanya, penyebab yang sering menghambat mereka berdua adalah masuk angin. Sebab september ini Angin di Bandung memang sedang kencang.

Dino pun mengerti bahwa dirinya sedang dalam kondisi buruk. Bahkan bila hal ini tak ditangani, bisa-bisa ia akan dioperasi nantinya.

"Din, lo gak apa-apa bro?" tanya Irzan menyadarkan Dino akan janjinya kemarin.

"Gue gak apa-apa Zan. Bentar ya, gue siap-siap dulu. Kita mau ke braga kan?" Dino menyembunyikan perihal sakitnya pada Irzan. Ia takut nanti Irzan kecewa bila hal ini membuat rencana ke Festival batal.

***

Di bilik rumah sakit, Deasy menonton TV sembari menjaga ayahnya yang diopname. Deasy sudah terbiasa dengan suasana di Ruangan itu. Bagaimana tidak, ia sehari-hari bekerja di rumah sakit ini sebagai seorang perawat Rs. Borromeus.

Tayangan televisi yang Deasy tonton, tengah berlangsung berita lokal tentang kejadian yang sedang ataupun barusan saja terjadi. Pembawa berita pun mengabarkan, "Sebuah tabrakan baru saja terjadi antara 2 unit mobil di sekitar jalan merdeka. Para korban langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Jalan di sekitar pun seketika menjadi macet. Ditambah lagi, ada sebuah acara tahunan bandung yaitu Festival Braga yang membuat pengguna jalan harus rela terjebak lama di sekitaran jalan di pusat kota Bandung ini, sekian live reportase malam."

***


Acara memperingati ulang tahun ke 203 kota Bandung mulai digelar malam ini. Irzan dan Dino tampak berada di tengah-tengah kerumunan warga kota Bandung. Acara Tribute to Nike Ardilla juga terasa sangat meriah. Seluruh musisi ternama kota ini ikut menyanyikan lagu-lagu nike ardilla. Musisi seperti Dedy dores juga turut memeriahkan suasana panggung.




























Dino dan Irzan mulai bosan dengan tembang lagu-lagu jadul. Mereka berjalan ke arah gedung Braga City Walk dimana terdapat koleksi kesenian hingga pentas kesenian juga diadakan. Dino sebenarnya ingin melihat pemutaran-pemutaran film indie karya generasi muda kreatif. Sedangkan Irzan ingin melihat tari-tari budaya khas jawa barat yang ditampilkan di sana oleh sekumpulan neng geulis Bandung.

Sayangnya, waktu yang sedang berputar tiba-tiba berhenti. Awan hitam pun tak lagi diselemuti titisan hujan. Senyum para pengunjung seketika sirna sebab satu kejadian yang terlintas di hadapan mereka.

Dino terjatuh dan menjerit kesakitan. Ia memegangi bagian perutnya yang terlihat menonjol di bagian atas dari kemaluannya.
"Zan sakit banget zan. Tolong bawa gue ke rumah sakit," perintah Dino pada Irzan yang semakin panik.

Seorang pria dari salah satu pengunjung yang sedari tadi mengitari Dino dan Irzan langsung mengangkat badan Dino. Ia melihat Irzan seperti tak dapat membuat apa-apa. Pria itu segera membopongnya ke arah luar gedung dan berlari ke arah parkiran mobil. Irzan pun mengikutinya.

"Terima kasih pak telah membantu teman saya," ucap Irzan kepada pria tersebut dari bangku belakang mobil sembari memangku kepala Dino yang menahan perih sakit.



"Gak apa atuh, bapak teh ngerti kondisi temen kamu itu. Dia memang harus segera ditangani oleh dokter spesialis. Seperti masa lalu bapak dulu, temen kamu itu teh terkena sakit Hernia atau turun perut" jelas pria itu kepada Irzan sembari mengarahkan mobil ke dalam basement Rumah sakit Borromeus.

"Sakit apa tadi mas?" tanya Irzan polos.

"Hernia atuh. Itu teh akibat dari kecapean ngeden, angkat berat-berat, atau bisa karena jalan gak berhenti-berhenti. Jadi usus perutnya sliweran tak karuan."

Tim Unit Gawat Darurat (UGD) langsung membawa Dino ke ruang perawatan. Dokter specialias bedah Digestif pun dipanggil. Tak lama kemudian pun datang. Dokter itu segera menjadwalkan Operasi Hernia untuk Dino. Malam itu juga.

Di lorong ruangan yang berbeda. Terdengar jeritan seorang perempuan. Kakinya terlihat mengeluarkan banyak sekali darah. Sepertinya ia sedang dibawa oleh tim media kedalam ruang operasi. Teman-temannya seperti Nico tidak terlihat keberadaannya. Sepertinya nasib temannya itu tidak seberuntung Anggie.

Di bilik 1

Seorang Ayah sedang tertidur pulas. Sepertinya kondisi beliau sudah kian membaik. Deasy sampai tertidur sambil menggenggam tangan ayahnya. Tiba-tiba ia terbangun mendengar suara pintu ruangan terbuka. Terlintas dibalik tirai bilik 1, tempat ayahnya dirawat, Deasy melihat seorang perempuan dibawa ke ruang nomor 2. Sepertinya ia kenal dengan pasien baru itu. Dialah Anggie yang baru saja mengalami kecelakaan jalan merdeka dan baru keluar dari ruang operasi.

Di Ruang Operasi



















Dino langsung memejamkan matanya seketika. Sebelumnya ia melihat kaki dan seluruh badannya ditempeli stiker yang berkabel menjurus ke sebuah mesin. Kedua tangannya diikat. Selang infus juga langsung dimasukkan ke dalam pembuluh darah di pergelangan tangan kiri. Tiba-tiba Dino menjerit kesakitan di saat sebuah benda berisi cairan masuk melalui sebuah lubang infus. Beberapa detik kemudian Dino sudah tak sadarkan diri.

Irzan menunggu lama di bagian luar ruangan. Ia pun langsung menelpon keluarga Dino, saudara-saudara, hingga temannya. Ibu Dino terdengar sangat panik saat Irzan menjelaskan kondisi Dino melalui telepon. Pembicaraan pun terputus dengan rencana keberangkatan ibunya Dino esok pagi hari, penerbangan langsung Aceh to Bandung.

Di Bilik 2

"Ya Ampun Anggie. Kenapa lo? Kapan kejadiannya?" tanya Deasy setelah menemukan wajah pasien bilik 2 ternyata sahabatnya.

Deasy mulai mengingat-ingat kapan terakhir kali ia berkomunikasi dengan Anggie. Ia bingung kenapa Anggie bisa tertimpa musibah ini. Bukannya Anggie seharusnya ikut membantu dirinya menjaga ayahnya. Namun, kenapa sekarang ini ia harus menjaga sahabatnya itu. Selain menjaga ayahnya sendiri.

Mata Anggie yang sayu-sayu kian melebar. Setelah kakinya dioperasi, ia tidak dapat merasakan anggota tubuh lainnya, mungkin itu pengaruh dosis obat bius. Anggie semakin lemas hingga tak dapat menahan air matanya.

Mendapatkan pertanyaan langsung dari sahabatnya membuat perasaan Anggie bercampur aduk. Haru, Aman, bersalah, tidak berguna, dan lainnya. Mengenai janji yang ia langgar pun sempat dipikirkannya. Terlebih lagi, Anggie semakin pusing memikirkan kenapa Deasy bisa berada di Rumah sakit secepat itu.

Di bilik 3

Pintu ruang operasi digestif terbuka. Wajah Irzan panik melihat Dino berbalutan pakaian putih telah terkulai lemas,  terbaring di tempat tidur. Saat mereka masuk ke ruang 3 kamar 1320, Irzan tak sengaja melihat seorang perempuan keturunan chinese yang dirawat di ruang 2. Ia melihat wajah perempuan itu sepertinya tidak asing. Empatinya pun juga timbul ketika ia melihat ke ruang 1, terdapat seorang perempuan yang terus-menerus melihat ke arah wajah ayahnya yang sedang tertidur lemas di tempat tidur.

Hidup memang aneh. Tidak mudah ditebak. Karena segalanya sudah diatur. Bukanlah kita, melainkan yang maha kuasa. Hidup mati di tangan Tuhan. Hanya tinggal bagaimana seorang hamba mengisinya dengan hal kebaikan. Maka suatu kejadian tragis pun akan membawa hikmah penuh warna yang tak bisa kita tebak. Iba, perhatian, sayang, simpati, kebanggaan akan datang dari sini.




4 komentar:

 
Toggle Footer