“Yan, nanti di setiap kota yang kita singgah, kita harus dapatkan satu pasangan masing-masing, itulah tujuan road trip kita sebenarnya”. Sony mengingatkan.
“Hehe iya, sesuai rencana ya Son?”.
Tanya Ryan.
“Iya,
Satu Wanita Satu Kota atau disingkat SWSK.
Betul kan seperti itu?”.
Sahut Sony sekaligus
bertanya.
“Betul Son. SWSK”. Ryan melihat ke
atas, ia pun berdo’a walau itu
sebenarnya bukan permintaan terpuji untuk
dipanjatkan sebagai do’a.
Rencana itu
benar-benar telah dipersiapkan
oleh mereka. Dua pria dalam
mobil ini telah sepakat untuk mendapatkan pasangan di setiap kota yang disinggah sembari menuju
kota tujuan, Banda Aceh.
Rencana itu ada
waktu dan tempatnya. Tempat yang menjadi pemberhentian mereka
adalah tempat bagi para penikmat wisata atau tempat
tongkrongan remaja kota.
Tempat yang telah dicatat oleh Sony dalam buku catatan perjalanannya.
***
Di Kota Langsa.
Sony dan Ryan
terperangah melihat sekerumunan pasangan,
masing-masing berjalan dengan sepeda motor maupun mobil di sepanjang jalan. Waktu
yang sudah hampir maghrib tidak menghentikan mereka -warga kota yang berpasang-pasangan- untuk beranjak
meninggalkan hiruk pikuk lalu lintas jalanan kota, beginilah kondisi kota ini. Sony dan Ryan sepintas
saling melihat dan mengangguk sambil tersenyum lebar.
“Kalau seperti
ini Yan. Aku yakin misi kita
SWSK berhasil”. Sony
kegirangan.
“Haha, Sebentar lagi mau maghrib Son”.
Walau tertawa, Ryan mengingatkan temannya
akan waktu untuk mengerjakan ibadah sholat.
“Kita berhenti
dimana Son?” Tanya Ryan.
“Kau
tenang saja,
Berdasarkan daftar tempat tongkrongan terkenal disini, ada warung nanti, sekitar beberapa meter lagi, di depannya ada lapangan apalah itu namanya”. Terang Sony
seraya melingak-linguk mencari lokasi warung.
“Macam mana sajalah tempat itu, yang
penting ada musholanya Son”. Ryan menasehati Sony dan sekilas melihat sederetan mobil yang parkir di
bahu jalan di depannya ada lapangan.
“Son, coba kau lihat warung itu”.
Seru Ryan sambil
menunjuk-nunjuk.
“Kayaknya betul kau
Yan, lapangan tepat ada
di depannya”.
Sony mencoba
mencari tempat parkir mobil yang kosong. Dengan
berani ia meloncatkan mobil ramping
itu masuk ke area perkarangan dalam
suasana remang. Awalnya Sony mengira di area itu terdapat lahan parkir.
Padahal tidak ada lahan parkir di sana, yang tampak olehnya hanyalah
jajaran warung makan.
Sony terkejut,
sebab ia telah membuat kesalahan,
menjadikan mobil mereka
sebagai
pusat perhatian. Namun,
untung-untung
bila itu bisa menjadi strategi dalam impresi pertama, dalam misi mereka SWSK. Mereka sadar
bermodalkan mobil dengan velg serta
knalpot anehnya itu bisa memancarkan aura sinar mereka nanti.
Saat mereka
turun dari mobil dan berjalan menelusuri warung,
khayalan mereka berdua sama-sama beraksi. Dalam
imajinasi mereka berdua, sejumlah mata pelanggan
warung seolah menyatakan “aku
terpesona”. Oleh sebab tetegun
melihat sosok pemilik mobil baleno berwarna biru muda. Dan sepertinya mereka –pelanggan warung-
beranggapan, kedua sosok pemberani seperti Sony dan Ryan, patut diacungkan
jempol, karena berani memasuki areal warung, padahal sudah melakukan kesalahan.
Sony
dan Ryan tersenyum bangga, keduanya sama-sama melihat sekilas tayangan
imajinasi belaka.
***
Di sisi dalam warung. Pencahayaan lampu berwarna kuning terang mengecap nuansa glamour dari tempat eksotis yang sederhana.
Sony dan Ryan
dengan lahap menyantap makanan yang baru saja diantar pelayan. Rasa lapar yang
mereka bendung di perjalanan sudah
hilang. Hanya dengan dua piring nasi
dan satu piring sate besar yang telah
kosong, menunjukkan kepuasan
mereka terhadap pelayanan warung di kota ini.
Tiba-tiba datang
seorang pelayan mendekati
meja. Ryan melihat secercah kertas di genggaman pelayan itu sebelum si pelayan
menjelaskan maksud kedatangannya.
“Bang me’ah beh, nyoe na masalah bacut bang”.
Pelayan itu meminta maaf karena telah menggangggu
pelanggannya, tengah
santai duduk kekenyangan.
“Apalah kau ini?”. Tanya Sony kepada
pelayan. Pelayan itu bergetar melihat wajah pelanggannya sedikit marah.
“Kami bukan orang Aceh bang”. Ryan mencoba menyadarkan pelayan itu yang menggunakan bahasa
Aceh.
“Oh maaf bang”.
Si pelayan tersipu malu sambil menggaruk-garuk kepala.
“Anu bang, ini
ada kertas, tadi diberikan kepada saya dari sana mas”. Sang pelayan menunjukan
dengan telapak tangannya mengarah ke
satu meja,
letaknya agak jauh. Terlihat dua
perempuan melambaikan tangan serta
menoreh senyum lebar.
“Son”. Tegur Ryan.
Ditunggu masuk media yaaa tulisan ini. Semangat nulis... :)
BalasHapusinsya Allah isni...
Hapus